Hadis
Trending

13 Hadis hadis tentang Faraidh dan Mawaris

Ahmad Alfajri – 13 Hadis hadis tentang Faraidh dan Mawaris.

Faraidh adalah jamak dari kata “faridhah” yang diartikan oleh Ulama ahli Mawaris semakna dengan “mafrudhah”, yakni bagian yang telah dipastikan kadarnya.

Faraid dalam istilah mawaris dikhususkan untuk suatu bagian ahli waris yang telah ditentukan besar kecilnya oleh syariat.

Adalah sebuah kewajiban bagi setiap pribadi muslim untuk mematuhi kaidah-kaidah hukum Faraidh yang telah ditetapkan jumlah kadarnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Oleh sebab itu, pada artikel kali ini, kami ingin mensharing 13 Hadis Nabi tentang Faraidh dan Mawaris.

Hadis ke 1:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضي الله عنهما – قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -: “أَلْحِقُوا اَلْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا، فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لأوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ

Dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak, dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat.”

Bahagian bahagian tertentu yang disebutkan dalam AlQuran adalah 6 bagian. Pertama, Seperdua. Kedua, Seperempat. Ketiga, Seperdelapan. Keempat, Dua pertiga. Kelima, Sepertiga. Keenam. Seperenam.

Harta yang tersisa setelah pembagian kepada masing masing ahli waris yang telah ditetapkan dalam Al-Quran, diserahkan kepada pihak lelaki yang terdekat. Pihak yang menerima sisa harta warisan diistilahkan sebagai “Ashabah”.

Ashabah yang terdekat adalah anak laki laki, cucu laki laki dari anak laki laki, ayah, kakek, saudara sekandung, saudara seayah, anak dari saudara sekandung, anak dari saudara seayah, paman, anaknya paman, maula mu’tiq (mantan tuan dari si budak).

Hadis ke 2:

وَعَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ – رضي الله عنهما – أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: “لا يَرِثُ اَلْمُسْلِمُ اَلْكَافِرَ، وَلا يَرِثُ اَلْكَافِرُ اَلْمُسْلِمَ

Orang Islam tidak bisa menerima warisan dari non muslim. Non muslim juga tidak bisa menerima warisan dari orang Islam.

Hadis ini memberikan pengertian bahwa status agama sangat penting dalam pembagian warisan. Jika si ayah yang beragama yahudi meninggal dunia, maka si anak yang beragama Islam tidak dapat menerima warisan. Begitu juga sebaliknya.

Hadis ke 3:

وَعَنْ اِبْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – فِي بِنْتٍ، وَبِنْتِ اِبْنٍ، وَأُخْتٍ -“قَضَى اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – لِلابْنَةِ اَلنِّصْفُ، وَلابْنَةِ اَلابْنِ اَلسُّدُسُ -تَكْمِلَةَ اَلثُّلُثَيْنِ- وَمَا بَقِيَ فَلِلأُخْتِ”

Dari Ibnu Mas’ud ra. tentang (bagian warisan) anak perempuan, cucu perempuan, dan saudara perempuan, Nabi SAW menetapkan, untuk anak perempuan setengah, cucu perempuan seperenam – sebagai penyempurna dua pertiga – dan selebihnya adalah milik saudara perempuan

Dalam hadis ini terkandung pengertian bahwa saudari saudari perempuan berstatus sebagai Ashabah jika menjadi ahli waris bersamaaan dengan anak perempuan kandung.

Hadis ke 4:

 وَعَنْ عَبْدِ الله بْنِ عَمْرٍو – رضي الله عنهما – قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -: لا يَتَوَارَثُ أَهْلُ مِلَّتَيْنِ

Berbeda status keagamaan tidak dapat saling mewarisi

Berbeda agama yang dimaksud dalam hadis adalah Islam dan Kafir. Konteks hadis ini hampir sama dengan hadis nomor dua yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid.

Hadis ke 5:

وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَينٍ – رضي الله عنه – قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: إِنَّ اِبْنَ اِبْنِي مَاتَ، فَمَا لِي مِنْ مِيرَاثِهِ؟ فَقَالَ: “لَكَ اَلسُّدُسُ” فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ، فَقَالَ: “لَكَ سُدُسٌ آخَرُ” فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ. فَقَالَ: “إِنَّ اَلسُّدُسَ اَلآخَرَ طُعْمَةٌ”

Dari Imran bin Husain, ia berkata : “Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi saw., lalu berkata : Sesungguhnya cucu laki-laki saya telah mati. Apakah saya mendapatkan bahagian dari harta warisam? Sabdanya : “Bagimu seperenam”. Tatkala laki laki hendak pulang , Nabi memanggil dia, lalu bersabda : “buatmu seperenam lagi”. Maka tatkala ia maunpulang, Nabi panggil lagi, lalu bersabda : “seperenam lagi itu sebagai makanan”

Orang yang mati itu meninggalkan dua anak perempuan. Bagian dua anak perempuan adalah dua pertiga. Tinggal sepertiga atau dua perenam. Kakek mendapatkan seperenam sebagai bagian tetap dan seperenam lagi sebagai ‘ashabah. Bagian ‘Ashabah ini Rasulullah istilahkan sebagai “makanan”

Hadis ke 6:

وَعَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ – رضي الله عنه -؛ “أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – جَعَلَ لِلْجَدَّةِ اَلسُّدُسَ، إِذَا لَمْ يَكُنْ دُونَهَا أُمٌّ”

Dari Ibnu Buraidah, dari ayah beliau bahwa Nabi SAW menetapkan bagian seperenam untuk nenek bila di bawahnya tidak ada ibu (ibu sang mayat)

Hadis ke 7:

وَعَنْ اَلْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيَكرِبَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -: “اَلْخَالُ وَارِثُ مَنْ لا وَارِثَ لَهُ”

Dari Miqdam bin Ma’di Karib, Ia berkata : “telah bersabda Rasulullaah saw. : “Paman (saudara laki-laki ibu) itu adalah pewaris bagi orang yang tidak ada ahli waris baginya.

Dalam hadits tersebut terdapat dalil pewarisan saudara lelaki ibu apabila tidak ada ashabah yang mewarisi si mayit, apabila tidak ada orang yang mempunyai bagian, karena saudara laki-laki ibu adalah termasuk dzawil arham (orang yang menunggu belas kasih dari orang yang mendapat warisan, karena dia tidak mempunyai bagian warisan tetap)

Hadis ke 8:

وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلٍ – رضي الله عنه – قَالَ: “كَتَبَ عُمَرُ إِلَى أَبِي عُبَيْدَةَ – رضي الله عنهم -؛ أَنَّ رَسُولَ الله – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: “اللهُ وَرَسُولُهُ مَوْلَى مَنْ لا مَوْلَى لَهُ، وَالْخَالُ وَارِثُ مَنْ لا وَارِثَ لَهُ

Dari Abi Umamah bin Sahl, ia berkata : “Umar telah menulis kepada Abi ‘Ubaidah, bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda : “Allah dan Rasulnya Maula (tuan) bagi orang yang tidak ada maula (tuan) baginya. Dan Khali (paman dari pihak ibu) itu menjadi pewaris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris.

Hadis ke 9:

وَعَنْ جَابِرٍ – رضي الله عنه – عَنْ اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: “إِذَا اِسْتَهَلَّ اَلْمَوْلُودُ وُرِّثَ”

Dari Jabir r.a. dari Rasulullaah saw. Beliau bersabda : “Jika anak bersuara (hidup ketika lahirnya) maka dia mendapat warisan.

Hadits tersebut menjadi dalil bahwa apabila bersuara atau hidup bayi itu sewaktu dilahirkan, maka bagi bayi itu berlaku beberapa Hukum Islam, seperti mendapatkan harta warisan, dimandikan jenazahkan jika kemudian meninggal dunia, dikafankan, dishalatkan dan hukuman qisas bagi si pelaku pembunuhan jika bayi tersebut dibunuh.

Hadis ke 10:

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -: “لَيْسَ لِلْقَاتِلِ مِنَ الْمِيرَاثِ شَيْءٌ”

Si pembunuh tidak mendapatkan sedikitpun dari harta warisan.

Dalam ilmu Faraidh, ada tujuh golongan yang tidak akan menerima harta pusaka. Diantaranya adalah pembunuh. Pembunuh yang membunuh korban untuk mendapatkan harta warisan dengan lebih cepat, maka tidak berhak menerima sedikitpun dari harta pusaka.

Hadis ke 11:

وَعَنْ عُمَرَ بْنِ اَلْخَطَّابِ – رضي الله عنه – قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ الله – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ: “مَا أَحْرَزَ اَلْوَالِدُ أَوْ اَلْوَلَدُ فَهُوَ لِعَصَبَتِهِ مَنْ كَانَ”

Apa saja harta yang disimpan oleh ayah dan anak maka menjadi hak bagi Ashabah yang ada.

Hadis ini sangat berkaitan dengan hadis nomor 12 dibawah ini.

Hadis ke 12:

وَعَنْ عَبْدِ الله بْنِ عُمَرَ – رضي الله عنهما – قَالَ: قَالَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم -: “اَلْوَلاءُ لُحْمَةٌ كَلُحْمَةِ اَلنَّسَبِ، لا يُبَاعُ، وَلا يُوهَبُ”

Harta Walak sama seperti harta peninggalan keturunan yang tidak boleh dijual dan dihibahkan

Secara etimologi Walak bermakna penolong atau pertolongan. Istilah walak sering digunakan sebagai penunjuk kekerabatan. Secara terminologi Walak adalah Hubungan kekerabatan yang timbul karena penetapan syariat yaitu antara si Mu’tiq (orang yang membebaskan/tuan) dengan si Mu’taq (orang yang dibebaskan/mantan budak).

Hubungan kekerabatan model Walak diakui di dalam hukum Islam. Dalam al-qur’an Allah melegitimasi model kekerabatan seperti ini dalam surat Al Anfal ayat 75:

وَأُو۟لُوا۟ ٱلۡأَرۡحَامِ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلَىٰ بِبَعۡضࣲ فِی كِتَـٰبِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَیۡءٍ عَلِیمُۢ)

Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) menurut Kitab Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Hadis ke 13:

وَعَنْ أَبِي قِلابَةَ، عَنْ أَنَسٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -: “أَفْرَضُكُمْ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ”

Orang yang paling ahli di bidang ilmu Faraidh diantara kalian adalah Zaid bin Tsabit.

Demikianlah 13 Hadis hadis tentang Faraidh dan Mawaris. Silahkan di share dan copy, asalkan tetap mencantumkan sumber. Jika ada pertanyaan atau kritikan dapat ditulis di kolom komentar. Semoga berkah dan bermanfaat.

Lihat Semuanya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker