Ahmad Alfajri – Lima Tahapan Penting dalam Pembagian harta warisan.

Ilmu Faraidh atau Ilmu Mawaris adalah sebuah bidang keilmuan yang sangat penting untuk dipelajari. Ilmu yang paling cepat hilang di muka bumi ini juga adalah ilmu tentang pembagian harta warisan. Dalam sebuah Hadis, Nabi bersabda:
تعلموا الفرئض وعلموه فانه نصف العلم
Artinya: Pelajarilah dan ajarkanlah Ilmu Faraidh, karena Ilmu Faraidh merupakan Nisfu (setengah) ilmu.
Makna Nishfu (setengah) dalam hadis diatas adalah Ilmu Faraidh atau ilmu Mawaris berada pada posisi pertengahan. Di satu posisi ada pihak ahli waris yang akan menerima harta warisan. Dan diposisi yang lain ada pihak si mati (janazah) yang meninggalkan harta warisan. Diantara kedua pihak tersebut, berdirilah Ilmu Faraidh untuk mengatur hak-hak si mati dan ahli waris.
Begitulah beberapa rangkuman yang kami dapatkan dalam pengajian bersama Ayah cot Trueng. Pengajian ini merupakan pengajian rutin bulanan yang diagendakan oleh MPU Kota Lhokseumawe. Pengajian kali ini mengambil tema tentang Mawaris dengan Kitab rujukan Kitab Mahalli Juzuk 3.
Berikut adalah tahapan-tahapan penting yang harus dipahami oleh masyarakat ketika ada keluarga yang meninggal dunia. Tahapan tahapan ini merupakan Makalah yang dibuat oleh Ayah Cot Trueng dan dibagikan kepada seluruh jamaah pengajian.
Lima Tahapan Penting Dalam Pembagian Harta Warisan
Faraidh adalah pembagian harta peninggalan (tirkah) dengan sebab kematian. Harta peninggalan adalah harta yang telah dimiliki oleh seseorang semasa hidupnya, dan saat meninggal harta tersebut berpindah kepemilikan kepada warisnya setelah digunakan pada tahapan yang sudah ditentukan oleh syara. Sehingga apabila hidup kembali, dia tidak mempunyai harta sama sekali.
Adapun tahapan penentuan harta peninggalan seseorang setelah meninggal Ada 5 tahapan:
1. Setelah meninggal seseorang, peninggalannya dikeluarkan untuk sesuatu yang menyangkut pada hartanya seperti zakat pada harta yang masih ada dan seperti hutang yang ada jaminan. Maka harta jaminan tersebut diutamakan untuk membayar hutang.
2. setelah dikeluarkan untuk keperluan point nomor 1, sisa peninggalannya digunakan untuk keperluan tajhiz (persiapan) pelaksanaan fardhu kifayah. Mulai dari memandikan hingga dikebumikan dengan jumlah yang wajar.
3. Setelah dikeluarkan untuk point nomor 2, sisa peninggalannya digunakan untuk membayar hutang yang tidak tersangkut pada ‘ain harta. Dan diutamakan hutang dengan Allah (seperti kafarah zakat terutang dan lain sebagainya) daripada hutang dengan manusia.
4. Setelah itu, sisa peninggalannya digunakan untuk melaksanakan wasiatnya yang dibatasi pada sepertiga dari sisa peninggalannya.
5. Sisa harta peninggalan setelah digunakan pada 4 tahap tersebut berpindah miliknya kepada waris menurut kadar yang ditentukan atau Asabah (sisa dari kadar yang ditentukan).
Dari Penjelasan diatas dapat diketahui:
1. Tidak boleh menunda pembagian harta peninggalan, karena harta peninggalan adalah harta yang bersyarikat di antara waris menurut kadar bagiannya yang sudah ditentukan dalam fiqih. Dan jika ada diantara waris yang tidak sah tasharruf (penggunaan harta) seperti anak-anak maka harta itu tidak boleh digunakan sama sekali sebelum dibagi dan apabila waris semuanya sudah sah tasharruf boleh digunakan dengan disetujui oleh semuanya.
2. Tidak boleh pembagian sukarela, jika ada diantara waris yang tidak sah tasharruf. Dan apabila waris semua sudah sah tasharruf, dibolehkan pembagian sukarela dengan syarat adalah lafaz pemindahan milik yang sah seperti hibah dari seluruh waris kepada yang diberikan harta tersebut.
3 Comments