Kajian Umum

Fidyah dan Qadha Shalat Dalam Islam


Ahmad AlfajriFidyah dan Qadha Shalat Dalam Islam

Fidyah dan Qadha Shalat Dalam Islam
Fidyah dan Qadha Shalat Dalam Islam

Pertanyaan yang sering diajukan oleh masyarakat adalah tentang hukum mengqadha dan membayar fidyah atas shalat orang yang telah meninggal dunia.

Praktik membayar fidyah salat dan puasa yang berlaku di Aceh disebut dengan istilah Tulak Breuh.

Permasalahan tentang qadha dan bayar fidyah shalat orang yang telah meninggal dunia adalah masuk dalam ranah ikhtilafiyah.

Fidyah Dan Qadha Dalam Mazhab Syafii

Ulama Syafi’iah dalam hal ini tidak dalam satu kata. Setidaknya, ditemukan tiga pendapat berbeda mengenai tata cara mengganti shalat orang yang telah meninggal dunia.

Pendapat yang masyhur dalam Mazhab Syafi’i adalah shalat orang yang sudah meninggal tidak dapat diQadha oleh ahli waris. Dan juga tidak dapat digantikan dengan membayar fidyah.

Pendapat lainnya dalam Mazhab Syafi’i bahwa shalat orang yang telah meninggal dunia dapat diqadha oleh ahli waris.

Imam Syafi’i sendiri saat masih berada di Irak berpendapat bahwa jika seseorang meninggal dunia dan ada harta warisan yang ditinggalkan (tirkah) maka pihak ahli waris wajib untuk mengqadha shalatnya.

Pendapat lainnya dalam Mazhab Syafi’i yaitu Bahwa setiap shalat yang ditinggalkan oleh orang yang telah mati maka harus digantikan dengan membayar fidyah kepada fakir miskin sebanyak satu mud.

Fidyah yang dikeluarkan adalah berbentuk makanan pokok. Setiap shalat yang ditinggalkan diganti dengan satu mud yaitu 0,6 kilogram atau ¾ liter. Fidyah tersebut diberikan kepada fakir miskin.

Referensi

Ketiga pendapat di atas dapat dibaca di dalam kitab Fathul Mu’in. Berikut ini redaksi dalam kitab tersebut:

(فائدة) من مات وعليه صلاة، فلا قضاء، ولا فدية

Faidah. Barangsiapa meninggal dunia dan memiliki tanggungan shalat, ia tidak wajib mengqadha’ dan membayar fidyah (atas shalat tersebut).

وفي قول – كجمع مجتهدين – أنها تقضى عنه، لخبر البخاري وغيره، ومن ثم اختاره جمع من أئمتنا، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه،

Sedangkan menurut sebagian pendapat—seperti sekelompok mujtahid—shalat tersebut diqadha’i, berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari dan lainnya. Pendapat ini juga dipilih oleh para imam mazhab kita (Syafi’i) dan Imam as-Subki melakukan hal ini pada sebagian kerabatnya.

ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي – إن خلف تركه – أن يصلي عنه، كالصوم.

Imam Ibnu Burhan menukil dari qaul qadim bahwa wajib bagi wali untuk menshalati atas shalat yang mayit tinggalkan, jika memang mayit meninggalkan harta tirkah (warisan). Sama hukumnya seperti puasa.

  وفي وجه – عليه كثيرون من أصحابنا – أنه يطعم عن كل صلاة مدا.

Menurut pendapat lain, yang diikuti oleh banyak ulama mazhab Syafi’i bahwa wali memberi makan satu mud pada setiap shalat (yang ditinggalkan).

وقال المحب الطبري: يصل للميت كل عبادة تفعل عنه: واجبة أو مندوبة.

Imam al-Muhib at-Thabari berpendapat bahwa setiap ibadah yang dilakukan untuk mayit bisa sampai padanya, baik berupa ibadah wajib ataupun ibadah sunnah.

وفي شرح المختار لمؤلفه: مذهب أهل السنة أن للانسان أن يجعل ثواب عمله وصلاته لغيره ويصله.

Dalam kitab Syarah al-Mukhtar dijelaskan: ‘Mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah berpandangan bahwa seseorang bisa menjadikan pahala amal dan shalatnya untuk orang lain dan pahala tersebut bisa sampai padanya

Imam Al Baghawi

Imam al-Baghawi adalah salah seorang ulama yang berpendapat bahwa shalat yang ditinggalkan oleh orang yang telah mati, dapat digantikan dengan membayar fidyah Fidyah yang dikeluarkan adalah memberi makanan sebanyak 1 mud untuk satu salat yang ditinggalkan.

Penjelasan tentang fatwa Imam baghawi ini terdapat dalam kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab:

{فرع} لو مات وعليه صلاة أو اعتكاف لم يفعلهما عنه وليه ولا يسقط عنه بالفدية صلاة ولا اعتكاف

Jika seseorang meninggal dan ia memiliki tanggungan shalat atau i’tikaf yang belum ia lakukan, maka pihak wali mayit tidak dapat melakukan kedua ibadah tersebut atas ganti mayit, dan membayar fidyah pun tidak menggugugurkan tanggungan shalat dan i’tikaf mayit

هذا هو المشهور في المذهب والمعروف من نصوص الشافعي في الام وغيره

Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dalam mazhab Syafi’i dan pandangan yang terkenal dalam nash Imam as-Syafi’i dalam kitab al-Um dan kitab yang lain.

ونقل البويطي عن الشافعي أنه قال في الاعتكاف يعتكف عنه وليه وفى وراية يطعم عنه

Imam al-Buwaithi menukil dari Imam Syafi’i bahwa beliau berpandangan tentang I’tikaf bisa digantikan oleh pihak wali, sedangkan dalam sebagian riwayat digantikan dengan memberi makanan (fidyah) atas ganti tanggungan i’tikaf mayit.

قال البغوي ولا يبعد تخريج هذا في الصلاة فيطعم عن كل صلاة مد  

Imam al-Baghawi berkata: Tidak jauh untuk memberlakukan hal ini dalam shalat, maka pihak wali memberi makanan (fidyah) satu mud atas setiap shalat.

Dalil bahwa shalat orang yang telah meninggal dunia dapat digantikan dengan fidyah adalah Hadits mauquf yang bersumber dari Abdullah Ibnu Abbas dan diriwayatkan oleh Nasai, yaitu:

لاَ يُصَلِّي أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ ، وَلاَ يَصُومُ أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ وَلَكِنْ يُطْعِمُ عَنْهُ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مُدًّا مِنْ حِنْطَةٍ  

Seseorang tidak dapat mengganti shalat orang lain dengan mengerjakan shalat. Dan tidak dapat mengganti puasa orang lain dengan mengerjakan puasa. Tetapi ia dapat memberi makan sebagai ganti shalat atau puasa orang lain, setiap hari satu mud dari gandum.

Fidyah dan Qadha dalam Mazhab Hanafi

Pendapat yang mu’tabar dalam mazhab Hanafi bahwa shalat yang ditinggalkan oleh si mati dapat diganti dengan fidyah. Syaratnya adalah si mayit pernah mewasiatkan untuk membayar Fidyah atas setiap shalat yang ditinggalkannya.

Hal ini berbeda jika si mayit tidak mewasiatkan agar membayar Fidyah atas setiap shalatnya. Maka Fidyah yang dikeluarkan tidak dapat menggantikan shalat yang pernah ditinggalkan oleh si mati.

Namun, menurut Muhammad Bin Hasan bahwa membayar Fidyah tetap dapat mengganti shalat seseorang yang telah meninggal dunia, meskipun dirinya tidak berwasiat tentang fidyah.

Bentuk Fidyah

Fidyah yang dibenarkan dalam mazhab Hanafi dapat dipilih antara dua komoditas, yaitu:

  • setengah sha’ (1,9 kilogram) gandum/tepung
  • satu sha’ (3,8 kilogram) kurma atau anggur

Selain kedua komoditas tersebut ahli waris juga dapat mengeluarkan Fidyah dalam bentuk uang. Adapun nominal yang dikeluarkan adalah sejumlah harga dari 2 komoditas tersebut.

Jika dibandingkan antara Fidyah shalat dalam mazhab Hanafi dengan Fidyah dalam mazhab Syafi’i jika dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pembayaran fidyah dalam mazhab Hanafi jumlahnya lebih besar.

Referensi

Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, terdapat penjelasan mendetil tentang Fidyah dan Qadha shalat. Berikut ini redaksi teksnya:

ذهب جمهور الفقهاء ” المالكيّة والشّافعيّة والحنابلة ” إلى أنّ الصّلاة لا تسقط عن الميّت بالإطعام.

Mayoritas ulama fiqih (Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah) berpandangan bahwa shalat tidak gugur atas mayit dengan memberi makan  (pada orang lain)

وذهب الحنفيّة إلى أنّه إذا مات المريض ولم يقدر على أداء الصّلاة بالإيماء برأسه لا يلزمه الإيصاء بها.

Sedangkan ulama mazhab Hanafiyah berpandangan bahwa ketika orang yang sakit meninggal, dan ia sebelumnya tidak mampu untuk melaksanakan shalat dengan berisyarat dengan kepalanya, maka ia tidak wajib untuk mewasiatkan tentang shalat yang tertinggal tersebut.

  أمّا إذا كان قادراً على الصّلاة ولو بالإيماء وفاتته الصّلاة بغير عذر لزمه الإيصاء بالكفّارة عنها ، فيخرج عنه وليّه من ثلث التّركة لكلّ صلاة مفروضة

Jika ia mampu untuk melakukan shalat, walaupun dengan berisyarat, dan shalatnya tidak ia laksanakan dengan tanpa adanya uzur, maka wajib baginya untuk mewasiatkan pembayaran kafarat (denda) atas shalat tersebut. Maka pihak wali mayit mengeluarkan harta dari sepertiga harta peninggalan mayit untuk setiap shalat fardhu yang ditinggalkan

وكذا الوتر لأنّه فرض عمليّ عند أبي حنيفة.

begitu juga untuk shalat witir, sebab sahalat witir merupakan amaliah fardhu menurut imam Abu Hanifah

وقد ورد النّصّ في الصّيام ، وهو قوله صلى الله عليه وسلم : « ولكن يطعم عنه » والصّلاة كالصّيام باستحسان المشايخ لكونها أهمّ.

Dalil nash yang menjelaskan tentang fidyah ini terdapat pada permasalahan puasa, yakni sabda Rasulullah: ‘Tetapi (wajib) memberi makanan sebagai ganti dari puasa’, sedangkan shalat sama persis dengan puasa atas jalan istihsan (anggapan baik) para masyayikh (ulama fiqih Hanafiyah), sebab shalat dipandang lebih penting

  والصّحيح : اعتبار كلّ صلاة بصوم يوم ، فيكون على كلّ صلاة فدية ، وهي نصف صاع من برّ أو دقيقه أو سويقه ، أو صاع تمر أو زبيب أو شعير أو قيمته ، وهي أفضل لتنوّع حاجات الفقير.

Menurut qaul shahih, setiap shalat disamakan seperti puasa satu hari, maka setiap satu shalat wajib satu fidyah yakni setengah sha’ dari gandum atau tepung atau gandum kecil; atau satu sha’ dari kurma, anggur, jerawut, atau harga dari komoditas tersebut. Memberi fakir miskin nominal harga dari komoditas tersebut dipandang lebih utama, sebab beraneka ragamnya kebutuhan orang-orang fakir

وإن لم يوص وتبرّع عنه وليّه أو أجنبيّ جاز إن شاء اللّه تعالى عند محمّد بن الحسن وحده لأنّه قال في تبرّع الوارث بالإطعام في الصّوم يجزيه إن شاء اللّه تعالى من غير جزم. وفي إيصائه به جزم الحنفيّة بالإجزاء

Jika mayit tidak mewasiatkan tentang shalat yang ia tinggalkan lalu pihak wali mayit atau orang lain ber-tabarru’ (lepas tanggung jawab) untuk membayarkan fidyah, maka hal tersebut insyaallah diperbolehkan hanya menurut pandangan Muhammad bin Hasan saja. Sebab beliau berpandangan bahwa tabarru’-nya wali untuk memberikan fidyah (makanan) atas puasa mayit adalah hal yang mencukupinya insyaallah dengan tanpa adanya kemantapan (bimbang). Sedangkan dalam permasalahan ketika mayit ini mewasiatkan tentang membayar fidyah, maka ulama Hanafiyah mantap untuk berpandangan mencukupi bagi ibadah (shalat atau puasa) mayit.

Kesimpulan

Fidyah adalah pembayaran atas shalat yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia. Jika merujuk kepada Mazhab Syafi’i maka cara membayar fidyah adalah:

  • Memberi makanan pokok sejumlah 1 mud (0,6 kilogram atau ¾ liter) untuk setiap shalat yang ditinggalkan dan dibagikan kepada fakir miskin

Dan jika merujuk kepada mazhab Hanafi maka cara mengeluarkan Fidyah, yaitu:

Membayar salah satu dari dua komoditas yakni;

  • setengah sha’ (1,9 kilogram) gandum atau tepung
  • satu sha’ (3,8 kilogram) kurma atau anggur
  • Pihak keluarga juga dapat mengeluarkan Fidyah dalam bentuk uang seharga salah satu dari dua komoditas di atas.

Kedua pendapat di atas dapat diamalkan keduanya. Jika Keluarga mengamalkan Mazhab Syafi’i, Pilihlah cara membayar Fidyah sesuai dengan Mazhab Syafi’i.

Dan jika keluarga mengamalkan mazhab Hanafi maka silakan dipilih cara membayar Fidyah sesuai dengan mazhab Hanafi.

Pihak keluarga juga dapat memilih pendapat lain yang ada dalam masing-masing mazhab tersebut. Contohnya seperti memilih pendapat mengqadha salat orang yang telah meninggal.

Demikian saja artikel kami tentang Fidyah dan Qadha Shalat Dalam Islam. Semoga bermanfaat. Terima Kasih.

Lihat Semuanya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker