Kajian Umum

Hukum Memakai Cadar dalam Islam

Ahmad Alfajri – Hukum Memakai Cadar Dalam Islam

Hukum Memakai Cadar Dalam Islam

Dalam Bahasa Arab, Cadar disebut dengan Niqab. Ibnu Manzhur dalam Kitab Lisanul Arab mendefenisikan cadar sebagai kain penutup yang dipakai wanita untuk menutup wajah, dan terbuka pada bagian mata nya.

Model cadar yang berkembang di Indonesia sangat beragam. Tergantung kepada lingkungan dan selera pribadi setiap wanita. Model cadar yang digunakan santriwati di berbagai dayah di Aceh, biasanya adalah selembar kain yang sudah didesain khusus menutupi muka hingga hidung.

Hukum Memakai Cadar dalam Islam

Perlu digaris bawahi terlebih dahulu bahwa topik cadar dalam fikih sangat berkaitan dengan permasalahan aurat wanita. Dan tema ini termasuk dalam tataran perbedaan pendapat (ikhtilafiyah).

Dalam ranah Mazhab, ada dua kubu yang saling kontradiktif dalam menyikapi hukum memakai cadar bagi wanita. Kubu pertama berpendapat bahwa cadar bukanlah kewajiban. Dipakai boleh dan tidak dipakai juga tidak jadi masalah. Dalam kubu ini berdiri sederet ulama besar dalam Mazhab Hanafi dan Maliki.

Kubu kedua berpendapat bahwa cadar adalah sebuah kewajiban. Wanita yang tidak memakai cadar berarti sudah menampakan aurat. Dalam Islam, aurat adalah satu hal yang wajib untuk ditutupi. Ulama ulama besar mazhab Syafiiyah dan Malikiyyah berada dalam kelompok kedua ini.

Perlu dicatat juga, bahwa tidak sedikit ulama ulama besar dari kedua kubu tersebut yang memiliki pendapat berbeda dengan pendapat “Jumhur” dalam mazhab mereka sendiri. Jadi, topik cadar ini merupakan masalah yang kontradiktif.

Di Indonesia contohnya, mayoritas masyarakatnya bermazhab Syafii. Tetapi, budaya memakai cadar masih sangat asing. Salahkah?, tentunya tidaklah salah. Sebab banyak juga ulama besar Syafiiyah yang tidak mewajibkan cadar.

Cadar adalah sebuah kewajiban

Pendapat terkuat dan muktamad dalam Mazhab Syafii dan Hanbali adalah cadar wajib digunakan oleh setiap wanita karena wajah termasuk dalam kategori aurat. Dalil yang digunakan untuk menopang fatwa kewajiban cadar ini terdiri atas ayat Al-Quran, Hadits dan juga logika.

Baca Juga : Mengenal Kitab Bidayatul Mujtahid Karya Ibnu Rusyd

Baca Juga : Dalil Perayaan Maulid Nabi

Surat An-Nur ayat 31

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَاتِ یَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَارِهِنَّ وَیَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا یُبۡدِینَ زِینَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ

Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.

Dalam ayat diatas jelaslah bahwa Allah melarang wanita untuk menampakan perhiasan (زينة). Dan wajah atau muka wanita adalah perhiasan wanita yang paling berharga. Buktinya, berawal dari wajahlah sering terjadi tindak kriminalitas pada wanita.

Ya. Yang namanya perhiasan pastilah menjadi pantauan orang lain. Semakin bagus dan mahal perhiasan, maka semakin besar pula keinginan orang lain untuk memilikinya, bahkan dengan cara yang tidak dibenarkan.

Adapun kalimat الا ما ظهر منها ditakwilkan oleh mayoritas ulama Mazhab Syafii dan Maliki sebagai “ketidak sengajaan”. Contohnya, nampak kaki wanita karena busana yang dikenakannya tertiup angin. Dalam kondisi seperti itu, wanita tidak dianggap menampakkan auratnya.

Hadis Sahih dan Argumen Logika

Ada beberapa hadis sahih yang digunakan oleh ulama pendukung kewajiban cadar. Disini kami hanya mengutip dua hadis saja yaitu hadis Jarir bin Abdullah dan Hadis Imam Ali.

Jarir bin Abdullah pernah bertanya kepada Rasulullah tentang hukum melihat wanita ajnabi secara tidak sengaja. Rasulullah menjawab:

اصرف نظرك

Palingkan pandanganmu

Nabi pernah mewanti wanti Imam Ali agar tidak melihat berkali kali wanita. Nabi bersabda:

يا علي لا تشبع النظرة النظرة ، فانما لك الاولى ، و ليست لك الاخرة

Wahai Ali!! Jangan ikuti satu pandangan dengan pandangan lain. Pandangan pertama halal bagimu, dan tidak halal pada pandangan yang kedua.

Kedua hadis ini menjelaskan bahwa melihat wanita sangatlah dilarang. Jika terlihat, maka pandangan pertama itu masih dimaafkan. Tetapi, jika masih diikuti dengan pandangan selanjutnya, maka hukumnya sudah menjadi haram.

Logikanya, melihat anggota badan wanita adalah Haram. Salah satu anggota badan wanita adalah tumit, rambut dan tangan. Jika status hukum keharaman melihat tumit, rambut dan tangan wanita disepakati oleh para ulama. Tentunya, melihat wajah pastilah nilainya lebih haram. Sebab sumber terjadinya fitnah adalah wajah.

Cadar bukanlah sebuah kewajiban

Kelompok kedua yang berfatwa bahwa wajah bukanlah aurat adalah ulama ulama dari Mazhab Hanafi dan Maliki. Argumen ayat yang dijadikan sebagai landasan adalah sama dengan ayat yang digunakan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, yaitu surat An-Nur ayat 31:

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَاتِ یَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَارِهِنَّ وَیَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا یُبۡدِینَ زِینَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ

Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.

Munculnya perbedaan pendapat dengan kelompok pertama adalah dalam memahami ungkapan ما ظهر منها. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, anggota tubuh yang dikecualikan dan bukan bagian dari aurat adalah wajah dan telapak tangan.

Buktinya, beberapa orang Sahabat Nabi dan Tabi’in menafsirkannya seperti itu. Dari generasi Sahabat ada Jabir bin Sa’id, dan dari generasi Tabi’in ada Atha dan juga ad-Dhahak.

Hadis Nabi

Selain dari ayat, kelompok kedua juga menggunakan landasan dari Hadis Nabawi. Sebuah hadis yang cukup populer berkaitan dengan Asma binti Abu Bakar. Nabi bersabda: Wahai Asma, Seorang wanita yang sudah baligh, tidak boleh menampakkan anggota tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan.

Kesimpulan

Hukum memakai cadar dalam Islam masuk dalam ranah perbedaan pendapat. Ada dua kelompok ulama dari empat mazhab yang memiliki fatwa berbeda tentang cadar.

Kelompok pertama dari kalangan Syafiiyah dan Malikiyah berfatwa bahwa cadar wajib digunakan sebab wajah merupakan aurat.

Adapun kelompok kedua dari kalangan Hanafiyah dan Malikiyah berfatwa bahwa cadar tidak wajib digunakan, sebab wajah bukanlah bagian aurat perempuan.

Kedua pendapat tersebut adalah benar dan tidak keliru. Keduanya ditopang oleh landasan dari Alquran, Hadis Nabi dan logika. Besar kemungkinan, kesalahan banyak terjadi dari pribadi kita masyarakat awam.

Dua kesalahan fatal yang sering terjadi dan sering saya temukan yaitu: Pertama, menyalahkan orang yang bercadar dan menduga mereka sebagai wahabi. Wahabi atau tidaknya seseorang ada metode lain untuk menganalisisnya.

Kedua, Menyalahkan orang yang tidak bercadar dan menuduh mereka tidak menutup aurat. Pernyataan seperti ini sering keluar dari lisan wanita yang baru hijrah. Dulunya tidak berjilbab, tiba tiba sudah berhijab. Hijrah memang baik, tapi menuduh orang lain salah itu yang tidak baik.

Harapan kami, bijaklah dalam memahami fikih. Jangan terlalu gegabah mengklaim dan menuduh orang lain sesat dan salah. Mungkin saja, orang yang kita tuduh punya landasan kuat dalam beramal. Fokus saja pada amal pribadi kita, sudah sesuai syariatkah atau belum?

Lihat Semuanya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker