Ahmadalfajri.com – Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru
Indonesia telah mengalami beberapa periode sistem pemerintahan semenjak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 sampai saat ini.
Salah satu sistem pemerintahan yang cukup lama bertahan di Indonesia, yakni selama 32 tahun adalah masa Orde Baru (Orba).
Orde baru merupakan suatu istilah yang digunakan sebagai pembatas untuk memisahkan antara periode kekuasaan Presiden Ir. Soekarno (Orde Lama) dengan periode kekuasaan presiden Soeharto.
Melalui kebijakan kebijakannya peran negara dalam Orde Baru semakin menguat, keberhasilan pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan harus diakui sebagai suatu prestasi besar bangsa Indonesia.
Kelemahan terbesar pelaksanaan sistem pancasila dalam pemerintahan pada masa orde baru adalah keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur kurang diimbangi dengan pembangunan mental (character building) para pelaksana pemerintahan
Hal ini menyebabkan terjadinya krisis multidimensi yang melahirkan berbagai gerakan sehingga kondisi politik dan ekonomi pada tahun 1997 memburuk dan turut memperlemah pemerintahan Orde baru.
Orde baru merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia, yang muncul sebagai akibat dari beberapa peristiwa yang terjadi sebelumnya.
Orde baru lahir setelah kekisruhan dan kekacauan yang terjadi selama masa kepemimpinan presiden soekarno.
Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.
Semangat yang menjiwai kelahiran orde baru pada awalnya adalah dilatar belakangi oleh terjadinya peristiwa G.30 S / PKI yang menurunkan kepercayaan rakyat Indonesia terhadap pemerintahan Soekarno.
Rakyat bersama mahasiswa bergerak mendesak agar Soekarno memgambil tindakan cepat terhadap kelompok G 30 S /PKI.
Peristiwa G-30S PKI menjadi salah satu penyebab melemahnya kredibilitas presiden Soekarno.
Daftar Isi
Supersemar
Soekarno kemudian mengeluarkan Surat perintah kepada Letjen Soeharto yang dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret.
Melalui surat perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), Soeharto mendapat wewenang untuk mengambil segala tindakan untuk menjamin keamanan, ketenangan dan stabilitas politik.
Surat Perintah 11 Maret 1966 merupakan titik awal muncul dan berkembangnya kekuasaan Orde Baru.
Era pemerintahan pada masa Soeharto dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan harapan bagi rakyat Indonesia.
Terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik dan ekonomi.
Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela.
Peran negara dalam Orde Baru melalui kebijakan kebijakannya politik dan ekonomi semakin menguat.
Namun pada pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis multidensi yang membuat pemerintah kehilangan kepercayaan yang menyebabkan Soeharto sebagai presiden mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 yang mengakhiri kekuasaan Orde Baru.
Lahirnya Orde Baru
Orde Baru adalah istilah umum untuk sistem politik yang berlaku setelah berkuasanya Soeharto tahun 1966 hingga kejatuhannya pada Mei 1998.
Jadi, masa pemerintahan orde baru berlangsung pada kurun waktu tahun 1966 hingga 1998.
Orde baru juga didefinisikan sebagai tatanan kehidupan negara dan bangsa yang diletakkan kembali pada pelaksanaan kemurnian Pancasila dan UUD 1945.
Orde Baru merupakan koreksi total atas segala penyimpangan dan penyelewengan kehidupan bangsa dan negara dari jalur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Lahirnya Orde Baru ditandai oleh munculnya TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat) sebagai ide perjuangan yang dirumuskan oleh Angkatan “66/KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia)”.
TRITURA berisikan 3 tuntutan yang meliputi pembubaran PKI, perombakan Kabinet Dwikora, dan penurunan harga.
TRITURA semakin hari semakin radikal disebabkan sikap Presiden Soekarno yang bertolak belakang dengan aksi-aksi TRITURA, terutama mengenai pembubaran PKI.
Akibatnya situasi keamanan dan ketertiban terutama di Jakarta hampir tidak terkendali.
Dalam keadaan yang demikian, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret kepada Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban.
Melalui surat perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), Soeharto mendapat wewenang untuk mengambil segala tindakan untuk menjamin keamanan, ketenangan dan stabilitas politik.
Surat Perintah 11 Maret 1966 merupakan titik awal muncul dan berkembangnya kekuasaan Orde Baru.
Orde Baru bertujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara
pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia.
Lembaga kepresidenan adalah pengontrol utama lembaga negara lain yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun infrastruktur (LSM, Partai Politik dan sebagainya).
Presiden Soeharto mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapa pun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI.
Pada artikel kali ini kami akan membagikan kan tentang Bagaimana kebijakan politik pada masa pemerintahan Orde Baru.
Perkembangan Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru
Kebijakan Politik Pemerintah Orde Baru
Kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintah orde baru yaitu kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri.
Masing-masing kebijakan tentunya dikeluarkan berdasarkan kebutuhan Negara.
Kebijakan Politik Dalam Negeri
Pelaksanaan pemilu 1971
Pemilu yang sudah diatur melalui SI MPR 1967 yang menetapkan pemilu akan dilaksanakan pada tahun 1971 ini, berbeda dengan pemilu pada tahun 1955 (orde revolusi atau orde lama).
Pada pemilu ini para pejabat pemerintah hanya berpihak kepada salah satu peserta Pemilu yaitu Golkar.
Golkar adalah satu satunya partai politik yang selalu memenangkan pemilu pada tahun selanjutnya yaitu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, hingga 1997.
Penyederhanaan partai politik
Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa pemerintahan Orde Baru, pemerintah melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik.
Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan program.
Tiga kekuatan sosial politik itu adalah:
- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan PERTI
- Golongan Karya
- Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo
Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam upaya menciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran mengenai perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama karena adanya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsi serta pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.
Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI adalah peran ganda ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan sebagai kekuatan sosial politik.
Sebagai kekuatan sosial politik ABRI diarahkan untuk mampu berperan secara aktif dalam pembangunan nasional.
ABRI juga memiliki wakil dalam MPR yang dikenal sebagai Fraksi ABRI, sehingga kedudukannya pada masa Orde Baru sangat dominan.
Indokrinasi Pancasila melalui Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)
Soeharto memiliki tafsir sendiri terhadap Pancasila dan tafsir Soeharto bersifat mutlak pada masa Orde Baru.
Pada tanggal 12 April 1976, Soeharto mengumumkan gagasannya mengenai Ekaprasetia Pancakarsa.
Gagasan tersebut kemudian diformalkan melalui TAP MPR Nomor IV / 1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau biasa dikenal dengan P4.
Kebijakan politik pada masa orde baru melibatkan penyusunan P4.
P4 atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang juga dikenal dengan istilah Ekaprasetia Pancakarsa bertujuan untuk memberi pemahaman mengenai Pancasila bagi seluruh masyarakat.
Tidak ada organisasi yang diizinkan untuk menggunakan ideologi selain Pancasila, juga diberikan penataran P4 untuk pegawai negeri sipil.
Sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat.
Program Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) / Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK)
Pemerintah orde baru menerapkan kebijakan NKK/ BKK untuk mengubah format organisasi kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun kedalam politik praktis.
Dasarnya adalah Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.
Melalui menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef, rezim Orde Baru membungkam aksi kritis mahasiswa terhadap jalannya pembangunan dan kebijaksanaan pemerintah saat itu.
Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia
Indonesia kembali menjadi anggota PBB
Indonesia pernah keluar dari keanggotaan Sejarah berdirinya PBB pada 7 Agustus 1965 ketika terjadi konfrontasi dengan Malaysia.
Pada saat itu Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB sehingga pemerintah RI tidak setuju dan keluar dari keanggotaan PBB.
Keputusan ini berdampak besar sehingga Indonesia terkucil dari pergaulan dunia internasional dan mengalami kesulitan ekonomi serta kesulitan dalam berpolitik dunia.
Situasi ini melahirkan salah satu kebijakan politik pada masa orde baru untuk luar negeri dengan kembali masuk ke keanggotaan PBB sesuai dengan hasil sidang DPRGR.
Pada tanggal 28 September 1966 keanggotaan Indonesia di PBB kembali aktif.
Hal ini juga terjadi karena banyak peran PBB untuk Indonesia, misalnya mengakui secara de facto dan de jure kemerdekaan Indonesia dan juga mengembalikan Irian Barat kembali ke bagian RI setelah perjuangan pembebasan Irian Barat yang penuh pengorbanan.
Pemulihan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura dan pemutusan hubungan dengan Tiongkok
Pada tahun 1965, terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura.
Untuk memulihkan hubungan diplomatik, dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik dan Malaysia yang diwakili oleh Tun Abdul Razak pada tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta.
Pemulihan hubungan diplomatik dengan Singapura melalui pengakuan kemerdekaan Singapura pada tanggal 2 Juni 1966.
Pengakuan tersebut dilakukan kepada Perdana Menteri Lee Kwan Yeuw.
Berbeda dengan pemerintahan Soekarno yang pro kepada RRC dan berporos pada Beijing sehingga menyebabkan paham komunis tumbuh subur di Indonesia.
Kebijakan politik masa orde baru justru memutuskan hubungan dengan RRC.
Kebijakan politik Indonesia tidak lagi berjalan dengan bebas dan aktif seperti sebelumnya, maka pemerintah Orba mengambil tindakan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan RRC dan meniadakan segala hal yang berbau Cina di Indonesia.
Memperkuat Kerja Sama Regional dan Internasional
Indonesia mulai memperkuat kerjasama baik regional dan internasional dengan melakukan beberapa upaya, yaitu:
- Turut serta dalam pembentukan ASEAN
- Mengirimkan kontingen Garuda dalam misi perdamaian
- Ikut berperan dalam KTT Non Blok
- Berperan dalam Organisasi Konferensi Islam
- Bergabungnya Timor Timur
Ketika Indonesia merdeka, Timor Timur yang jaraknya sangat dekat dengan Indonesia masih menjadi jajahan bangsa Portugis.
Hal ini sangat mempengaruhi kondisi Nusa Tenggara Timur dan Barat yang letaknya dekat dengan Timor Timur.
Terlebih setelah kudeta di Portugis pada 1974, pergolakan di Timor Timur terus terjadi dan menyebabkan beberapa pihak ingin bergabung dengan Indonesia.
Keinginan itu disampaikan secara resmi pada tanggal 7 Juni 1976.
10 hari kemudian Presiden Soeharto memutuskan penggabungan Timor Timur ke Indonesia yang menjadi propinsi ke 27.
Walaupun demikian, Fraksi Fretelin terus berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan, hingga pada tahun 1999 ketika Orba berakhir rakyat Timor Timur melakukan referendum untuk lepas lagi dari RI dan mendirikan negara sendiri yang berdaulat.
Kebijakan politik masa orde baru ini tidak saja membawa berbagai penyimpangan, namun di balik itu semua tetap ada kelebihan yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang cukup maju di mata internasional dan pada berbagai bidang.
Menguatnya Peran Negara pada Masa Orde Baru
Program utama pemerintah Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto adalah menciptakan stabilitas politik dan ekonomi yang mantap karena pencapaian stabilitas politik tersebut merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan ekonomi.
Pada masa Orde Baru peran negara sangat kuat.
Ciri-ciri sistem politik Orde Baru, antara lain :
Dwi Fungsi ABRI;
Dwi Fungsi adalah suatu doktrin di lingkungan militer Indonesia yang menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban negara serta memegang kekuasaan dan mengatur negara.
Dengan peran ganda ini, militer di izinkan untuk memegang posisi di dalam pemerintahan.
Konsep massa mengambang
Memberlakukan konsep massa mengambang (floating muss) sebagai dasar pembangunan politik di daerah pedesaan, penyederhanaan jumlah partai politik di Indonesia, dan memberlakukan Pancasila sebagai asas tunggal bagi seluruh partai politik (parpol) dan organisasi massa (ormas) yang ada di Indonesia.
Korporatisasi negara
Pemerintahan Suharto menerapkan kebijakan korpotatisasi negara (state corporatism). Kelompok-kelompok masyarakat dari berbagai unsur, seperti buruh, pers, perempuan, kelompok profesi, dan organisasi keagamaan dikooptasi dan ditempatkan kedalam wadah-wadah tunggal sebagai ormas kepanjangan tangan pemerintah.
Sentralisasi pemerintahan
Peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat.
Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah.
Program bantuan luar negeri
Melalui lembaga IGGI (International Governmental Group for Indonesia) pemerintah telah berhasil mengusahakan bantuan luar negeri, di samping mengadakan penangguhan dan peringanan syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling) utang-utang peninggalan Orde Lama.
Sistem semi perwakilan
Penerapan sistem kepartaian yang mengacu pada UU No. 3 Tahun 1985 diyakini telah menghasilkan kestabilan politik yang dicita-citakan sejak awal Orde Baru.
Namun, sistem tersebut memperlihatkan keterbatasan dalam menampung aspirasi masyarakat yang lebih luas dan terus berkembang.
Dampak Menguatnya Peran Negara pada masa Pemerintahan Orde Baru pada bidang politik
a. Adanya Pemerintahan yang Otoriter
Presiden mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam mengatur jalannya pemerintahan.
b. Dominasi Golkar
Golkar merupakan mesin politik Orde Baru yang paling diandalkan dalam menjadi satu-satunya kekuatan politik di Indonesia yang paling dominan.
c. Pemerintahan yang Sentralistis
Menguatnya peran negara juga menyebabkan timbulnya gaya pemerintahan yang sentralistis yang ditandai dengan adanya pemusatan penentuan kebijakan publik pada pemerintah pusat.
Pemerintah daerah hanya diberi peluang yang sangat kecil untuk mengatur pemerintahan dan mengelola anggaran daerahnya sendiri.
Demikian saja artikel dapat kami bagikan tentang Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru. Semoga bermanfaat dan Terima Kasih.