
Ahmadalfajri.com – Shalat Hormat Waktu Dan Cara Pelaksanaannya

Shalat adalah sebuah ibadah yang sangat istimewa di dalam Islam.
Kewajiban shalat diterima oleh Rasulullah saat beliau “bertemu” langsung dengan Allah dalam kisah Isra Mi’raj.
Ibadah shalat memiliki hukum-hukum dan ketentuan tertentu dan mendetil.
Bahkan Sebelum shalat dilaksanakan, sudah ada ketentuan yang mesti sudah ditunaikan seperti suci dari hadas kecil dan besar, menutup aurat dan juga menghadap kiblat.
Setelah semua Ketentuan tersebut terpenuhi, barulah seseorang diperbolehkan untuk melaksanakan shalat.
Tapi perlu dicatat bahwa ada beberapa kondisi dimana seseorang yang dibolehkan untuk melaksanakan shalat, meskipun ketentuan-ketentuan di atas belum terpenuhi.
Kebolehan ini berlaku jika tempat atau waktu melaksanakan shalat tidak memungkinkan untuk memenuhi sebagian atau keseluruhan syarat dan rukun shalat.
Tapi jangan dilupakan bahwa meskipun persyaratan tidak memungkinkan untuk ditunaikan tetapi kewajiban shalat adalah tetap berlaku.
Nah, ada sebuah shalat yang di dalam literatur fiqih disebut dengan shalat lihurmatil wakti atau shalat untuk menghormati waktu.
Shalat Inilah yang harus dilakukan oleh seseorang yang tidak mampu atau tidak mungkin memenuhi sebagian atau keseluruhan syarat dan rukun shalat.
Apa itu shalat lihurmatil wakti dan Bagaimana tata cara pelaksanaannya serta apa-apa saja hal-hal yang berkaitan dengannya?
Pada artikel kali ini kami akan mencoba membahas semua yang berkaitan dengan shalat untuk menghormati waktu
Daftar Isi
Definisi Shalat Lihurmatil Waqti
Imam Nawawi dalam kitab Al Majmuk Syarah muhadzab (Cetakan Bairut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1998, juz 1, h. 392) menerangkan bahwa sholat lihurmatil wakti adalah:
- Shalat yang dilaksanakan ketika tidak mendapatkan dua alat untuk bersuci yaitu Air dan debu. Sedangkan saat itu itu waktu shalat sudah tiba.
- Shalat yang dilaksanakan dalam keadaan tidak sempurna karena tidak terpenuhi syarat dan rukun shalat. Shalat yang dilakukan ini hanyalah bertujuan untuk menghormati waktu shalat yang telah tiba.
Dalil Shalat Lihurmatil Waqti
Imam al-qulyubi dalam kitab Qulyubi (Cetakan Bairut: Darul Fikr, 2002, juz 1, h. 110) menerangkan bahwa dalil shalat lihurmatil Waqti adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Sayyidah Aisyah.
رَوَتْ عَائِشَةُ أَنَّهَا اسْتَعَارَتْ قِلَادَةً مِنْ أَسْمَاءَ فَهَلَكَتْ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُنَاسًا فِي طَلَبِهَا، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ وَلَيْسُوا عَلَى وُضُوءٍ، وَلَمْ يَجِدُوا مَاءً فَصَلُّوا وَهُمْ عَلَى غَيْرِ وُضُوءٍ، فَأَنْزَلَ اللّٰهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ
Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwa ia pernah meminjam kalung pada Asma’. Kemudian (kalung itu) hilang, maka Rasulullah ﷺ mengutus seseorang untuk mencarinya.
Setelah kalung itu ditemukan datanglah waktu shalat sedangkan ia dalam keadaan tidak mempunyai wudhu dan tidak menemukan air (untuk berwudhu), akhirnya mereka pun mengerjakan shalat (tanpa wudhu).
Setelah kejadian itu, Allah menurunkan ayat tayamum.”
Berkaitan dengan hadits di atas, Imam Ibnu Hajar Al asqalani(Cetakan Bairut: Darul Ma’rifah, 1998, juz 1, h. 440) memberikan komentar bahwa hadis tersebut menjadi sebuah dalil bahwa seseorang yang tidak menemukan alat untuk bersuci yaitu Air atau debu maka wajib melaksanakan shalat menghormati waktu.
Praktik shalat tanpa wudhu yang dilakukan oleh sahabat dalam hadis tersebut terkandung pengertian bahwa shalat adalah wajib apapun kondisinya.
Seandainya shalat tersebut Terlarang pastilah oleh Rasulullah akan menegur sahabatnya.
Pendapat inilah yang dipegang dalam Mazhab Syafi’i, Imam Ahmad bin hambal, ulama hadis dan mayoritas ulama mazhab Maliki.
Sebab-sebab shalat lihurmatil waqti
Ada beberapa sebab yang yang menyebabkan seseorang dibolehkan mengerjakan shalat menghormati waktu yaitu:
- Tidak menemukan alat untuk bersuci seperti air dan tanah
Dalam istilah fiqih kondisi tersebut diistilahkan sebagai fâqiduth thahûraini.
2. Dalam perjalanan
Sekiranya seseorang turun dari kendaraan untuk bersuci maka pasti akan tertinggal dari rombongan atau adanya kekhawatiran barang bawaannya akan dicuri.
Biasanya kondisi seperti ini terjadi di saat dalam perjalanan menggunakan pesawat, kereta api, bus dan lainnya.
3. Shalat dalam keadaan bernajis
Kondisinya adalah saat tidak memiliki tanah untuk menghilangkan najis tersebut.
Dan jika pun ada air maka air tersebut hanya cukup untuk digunakan oleh orang-orang lain untuk menghilangkan dahaga.
4. Orang yang sedang disalib, orang sakit yang tidak mampu berwudhuk
Saat seseorang sedang berada dalam kondisi kondisi seperti di atas maka kewajiban bagi dirinya adalah melaksanakan shalat menghormati waktu.
Meskipun demikian masih ada kewajiban bagi orang tersebut saat sudah hilang dari kondisi tersebut untuk shalat tersebut.
Hikmah Shalat menghormati waktu
Lantas timbul pertanyaan jika masih diwajibkan untuk mengqadha shalat, untuk apa melaksanakan salat lihurmatil waqti?
Shalat untuk menghormati waktu Salah satu kegunaan nya adalah Seandainya orang tersebut meninggal dunia dan belum sempat mengqadha shalat maka dirinya tidak dihukum sebagai orang yang meninggalkan shalat dan tidak dianggap sebagai maksiat.
Demikian sebagaimana yang tertera di dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, [Kuwait: Dar as-Shafwah, 1984], juz 14, h. 273)
Tata cara shalat lihurmatil waqti
Pada dasarnya setiap shalat mestilah dilengkapi segala syarat dan rukunnya.
Namun dalam kondisi tertentu maka diperbolehkan untuk melaksanakan shalat tanpa terpenuni syarat dan rukun.
Shalat tersebut dinamakan dengan shalat lihurmatil waqti.
Niat Shalat Lihurmatil Waqti
Bacaan niat shalat Lihurmatil Waqti untuk shalat Zuhur, yaitu:
أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Ushallî fardladh dhuhri arba’a raka’âtin lihurmatil waqti lillâhi ta’âla
Artinya, “Saya niat shalat Zuhur empat rakaat sebab menghormat waktu karena Allah ta’ala.”
Untuk waktu shalat lainnya, anda hanya perlu menganti kata “zuhur” dengan kata lainnya seperti “ashar”, maghrib dan lainnya.
Teknis Shalat Lihurmatil Waqti
Jika mungkin dan mampu berdiri maka hendaklah berdiri. Begitu juga dan sujud dan rukuk.
Namun jika tidak mampu berdiri maka boleh dilakukan dengan duduk.
Dan jika tidak mampu melakukan rukuk dan sujud maka menundukkan kepala sebagai isyarat rukuk dan sujud.
Tapi saat isyarat sujud menunduk yang lebih agak kebawah untuk membedakan dengan rukuk.
Intinya tetaplah melaksanakan shalat sesuai dengan kemampuan. Dan jangan pernah meninggalkan shalat.
Lalu ketika sudah mampu menyempurnakan segala ketentuan maka qadhalah shalat tersebut.