Ahmadalfajri.com – Sumber Sejarah Kerajaan Majapahit
Berdirinya Kerajaan Majapahit pada tahun 1293 M, tidak lepas dari runtuhnya Kerajaan Singhasari.
Menurut Kitab Pararaton, pada tahun 1292 M terjadi pemberontakan di Singhasari.
Pasukan Jayakatwang dari Kerajaan Kediri yang merupakan kerajaan bawahan Singhasari, melakukan penyerangan ke Istana Singhasari dan membunuh raja Singhasari, Kertanegara bersama pembesar kerajaan tewas.
Dengan terbunuhnya Kertanegara, berakhirlah Kerajaan Singhasari.
Menurut Prasasti Kudadu, setelah terbunuhnya Raja Kertanegara, menantunya, Raden Wijaya, berhasil menyelamatkan diri ke Madura berkat bantuan lurah desa Kudadu.
Di Madura, Raden Wijaya mendapat perlindungan dari Aryawiraraja, Bupati Sumenep. Atas jaminan Aryawiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dari Jayakatwang dan mengabdi kepadanya.
Sebagai tanda pengampunan dan pengabdian, Raden Wijaya diberi sebidang tanah oleh Jayakatwang di daerah Tarik yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah desa bernama Majapahit.
Pasukan Khubilai Khan dari Mongol berjumlah 20.000 prajurit mendarat di pelabuhan Tuban dengan tujuan membalas dendam penghinaan Kertanegara terhadap utusan Khubilai Khan.
Raden Wijaya memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang Kediri dengan menggunakan pasukan Khubilai Khan bersama pasukannya.
Penyerangan pasukan gabungan ini berhasil menangkap Raja Jayakatwang.
Dengan tipu muslihatnya, Raden Wijaya menyerang balik pasukan Mongol itu ke daerah Duha dan Canggu.
Akibat serangan tersebut, 3.000 tentara Mongol tewas terbunuh dan sisanya lari meninggalkan Pulau Jawa.
Kerajaan Majapahit
Raden Wijaya kemudian menobatkan dirinya sebagai raja pertama Kerajaan Majapahit pada 1215 Saka atau 1293 M, dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Raden Wijaya juga tidak lupa terhadap jasa orang-orang yang telah membantu mendirikan Majapahit, seperti Ranggalawe, Lembu Sora, dan Nambi.
Mereka diberikan jabatan tinggi. Ranggalawe menjadi Adipati Tuban, Lembu Sora menjadi patih di Daha, Kediri, dan Nambi sebagai perdana menteri.
Namun Ranggalawe dan Lembu Sora tidak puas dengan kedudukan yang diberikan oleh Raden Wijaya.
Mereka memberontak kepada Raden Wijaya. Pemberontakan berhasil dipadamkan.
Pada tahun 1309, Raden Wijaya meninggal dan diwujudkan dalam bentuk patung Dewa Wisnu dan Dewa Syiwa
Jayanegara, putra Raden Wijaya kemudian dinobatkan sebagai Raja Majapahit.
Dalam masa pemerintahan terjadi serangkai pemberontakan. Seperti pemberontakan Lembu Sora tahun 1311 M, pemberontakan Nambi 1316 M, pemberontakan Semi (1318) M, pemberontakan Kuti 1319 M.
Gajah Mada
Pada pemberontakan Kuti, ibukota Majapahit diduduki oleh pemberontak sehingga raja terpaksa dilarikan ke daerah Bedander di bawah perlindungan pasukan penjaga istana Bhayangkari pimpinan Gajah Mada.
Pasukan Gajah Mada kemudian berhasil menumpas pemberontak.
Tahun 1328, Jayanegera tewas dibunuh oleh Tanca, seorang tabib istana.
Tahta Kerajaan Majapahit diserahkan kepada Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani (1328 – 1350).
Pada masa pemerintahan Tribhuwana juga terjadi pemberontakan, dipimpin oleh Sadeng dan Keta tahun 1331 M.
Berkat kecakapan Gajah Mada, pemberontakan dapat ditumpas. Gajah Mada kemudian diangkat menjadi Patih Mangkubumi (Perdana Menteri ) Kerajaan Majapahit.
Gajah Mada bersumpah bahwa ia tidak akan menikmati buah palapa (amukti palapa) sebelum dapat menyatukan seluruh wilayah di Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.
Sumpah Gajah Mada dikenal sebagai Sumpah Palapa.
Raja berikutnya adalah Hayam Wuruk (1350-1389), putra dari Tribhuwanatungga dan Kertawardhana.
Hayam Wuruk naik tahta menjadi raja Majapahit dengan gelar Rajasanegara.
Didampingi oleh Patih Mangkubumi Gajah Mada. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Gajah Mada merupakan salah satu tiang utama Kerajaan Majapahit dalam mencapai kejayaan dan kebesaran.
Setelah meninggalnya Hayam Wuruk, terjadi pertikaian antara Bhre Wirabumi, putra Hayam Wuruk dari selirnya diberi kekuasaan di Blambangan, dengan Wikramawardhana yang mengawini putri Hayam Wuruk yaitu Wikramawardhani.
Wikramawardhani menyerahkan haknya atas tahta Kerajaan Majapahit kepada suaminya Wikramawardhana (1389-1429).
Tentu saja Bhre Wirabhumi merasa berhak atas tahta itu meskipun ia anak dari seorang selir Hayam Wuruk.
Terjadilah peperangan antara Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana.
Perang ini dikenal dengan sebutan Perang Paregreg (1401- 1406). Perang ini berakhir dengan tewasnya Bhre Wirabhumi.
Terbunuhnya Bhre Wirabumi menimbulkan benih balas dendam dan pertikaian antarkeluarga raja makin mendalam.
Wikramawardhana menyerahkan kekuasaannya kepada putrinya Suhita tahun 1429-1447.
Setelah Suhita berhenti jadi raja, terdapat empat raja Kertawijaya 1447-1451, Rajasa Wardhana 1451-1453, Purwawisesa 1456-1466 dan Singhawikrwamawardhana 1466-1478.