Ahmadalfajri.com – Kisah Abu Dzar Meninggal Dunia
Muawiyah bin Abi Sufyan merasa bahwa kehadiran Abu Dzar al-ghifari di bumi Syam dengan pemikirannya yang anti dengan kemewahan, berpotensi menimbulkan bahaya disana.
Dukungan sebagian besar umat Islam terhadap pemikiran Abu Dzar al-ghifari dikhawatirkan dapat menjadi sebuah gerakan yang berbahaya dari masyarakat. Meskipun secara prinsip, Abu Dzar al-ghifari sangat anti mengacungkan pedang kepada pemimpin.
Oleh sebab itu, muawiyah mengirim surat kepada Khalifah Usman bin Affan di kota Madinah agar meminta Abu Dzar kembali ke Madinah.
Setibanya di Madinah, Khalifah Usman bin Affan mengambil kebijakan untuk membatasi gerak dan langkah Abu Dzar al-ghifari.
Daftar Isi
Abu Dzar Menetap Di Rabadzah
Setelah berdialog panjang lebar dengan khalifah Utsman bin Affan, akhirnya Abu Dzar al-ghifari meminta agar diberi izin untuk tinggal di rabadzah yaitu sebuah wilayah yang berjarak 120 km dari kota Madinah. Dan permintaan ini dikabulkan oleh khalifah Utsman bin Affan.
Sementara Abu Dzar al-ghifari tinggal di rabadzah, suhu perpolitikan di ibukota semakin memanas. Gerakan revolusi yang dikumandangkan oleh sekelompok masyarakat semakin meluas.
Didatangi Kelompok Revolusi
Suatu saat, datanglah sekelompok orang dari kota kufah menjumpai Abu Dzar al-ghifari meminta agar menjadi seorang tokoh revolusi penentang Khalifah Usman bin Affan.
Tapi permintaan kelompok gerakan revolusi itu ditolak mentah-mentah oleh Abu Dzar al-ghifari. Bahkan beliau menyatakan secara tegas bahwa seandainya Khalifah Usman mau menyalip u di tiang kayu yang tinggi atau di atas bukit, pastilah aku akan tetap taat kepada beliau.
Abu Dzar memang seorang tokoh yang memiliki pemikiran anti terhadap kemewahan yang dimiliki oleh para pejabat negara. Tapi Abu Dzar juga memiliki hati nurani dan insting bahwa jika gerakan revolusi itu dibiarkan saja maka akan muncul kerusakan yang luar biasa ke depan.
Maka berjuanglah Abu Dzar dengan lisannya melawan gerombolan pecinta dunia yang membawa nama gerakan revolusi. Perjuangan ini sama seperti saat Abu Dzar melawan kemewahan para pejabat dalam memimpin umat.
Mungkin banyak yang mengira standar kemewahan yang diterapkan oleh Abu Dzar al-ghifari sangatlah sulit untuk di amalkan. Tapi sekiranya pejabat saat itu mau mendengar nasehat Abu Dzar al-ghifari pastilah konflik yang saat itu baru lahir langsung padam dengan sendirinya.
Abu Dzar meninggal dunia
Saat sakit menjelang, Abu Dzar berkata kepada istrinya yang duduk di samping dengan air mata yang berurai:
Apa yang engkau tangisi, Bukankah maut itu pasti datang?
Wahai istriku Janganlah menangis.
Sungguh Pada suatu hari saat saya bersama Rasulullah bersama sahabat yang lain, nabi bersabda bahwa salah seorang diantara kalian akan meninggal di padang pasir liar, yang akan disaksikan nanti oleh serombongan orang-orang beriman.
Wahai istriku, ketahuilah bahwa sahabat-sahabat nabi yang ikut hadir di majelis tersebut semuanya telah meninggal dunia di kampung dan di hadapan umat Islam.
Kini tinggallah diriku seorang yang sedang menghadapi kematian di padang pasir.
Wahai istriku, perhatikanlah ke arah jalan! Mungkin saja rombongan orang-orang beriman yang disampaikan oleh Rasulullah itu sudah datang. Demi Allah, aku tidak bohong dan tidak pula dibohongi.
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, abu dzar al-ghifari meninggal dunia kembali kepada Allah yang Maha Agung.
Dan ternyata ucapan Abu Dzar al-ghifari tidak meleset sedikitpun. Lewatlah sebuah kafilah yang dipimpin oleh Abdullah Bin Masud dan melihat seorang wanita tua dengan seorang anak yang sedang menangis.
Abdullah ibnu mas’ud dan rombongan langsung bergegas menuju ke tempat wanita tua yang sedang menangis tersebut. Alangkah terkejutnya Abdullah Bin Masud saat matanya memandang seorang laki-laki yang sedang terbujur kaku.
Ternyata jenazah tersebut adalah saudara seiman dalam membela agama Allah yaitu Abu Dzar al-ghifari.
Sambil mengeluarkan air mata, Abdullah Bin Masud menyatakan bahwa benar lah ucapan Rasulullah bahwa engkau berjalan Sebatang Kara, mati Sebatang Kara dan nanti dibangkitkan Sebatang Kara.
Asbabul Wurud Sebatang Kara
Sabda Rasulullah ini disampaikan pada tahun 9 Hijriyah saat terjadi Perang Tabuk. Saat itu rasulullah memerintahkan sahabat untuk mempersiapkan segala keperluan dalam menghadapi tentara Romawi.
Rasulullah menyeru kaum muslimin untuk berjihad pada saat yang sangat sulit dan juga musim panas. Selain itu, jarak yang ditempuh juga sangat jauh. Dan tentunya lawan yang akan dihadapi adalah lawan yang sangat tangguh.
Sebahagian kaum muslimin merasa enggan untuk berpartisipasi dengan kondisi alam dan lawan yang begitu tangguh. Meskipun demikian mereka harus ikut perintah nabi tapi dengan hati yang kurang ikhlas.
Modus yang dijalankan kan oleh orang yang enggan berjihad sepenuh hati adalah berpura-pura tertinggal di belakang.
Saat sampai informasi kepada Rasulullah bahwa Si Fulan Telah Tertinggal jauh di belakang maka Rasulullah bersabda: Biarkan saja, Seandainya dia berguna pasti Allah akan menyusulkannya. Jika tidak, maka Allah telah membebaskan kalian Dari Dirinya.
Abu Dzar Tertinggal
Sampai suatu ketika para sahabat melihat bahwa Abu Dzar Telah Tertinggal jauh di belakang. Lalu informasi ini disampaikan kepada Rasulullah. Dan jawaban Rasulullah masih sama seperti jawaban di atas.
Keledai Abu Dzar adalah penyebab keterlambatan abuzar menyusul Pasukan Islam lainnya. Berbagai cara telah ditempuh, tetapi keledai Abu Dzar sudah tidak mampu meneruskan perjalanan.
Akhirnya abuzar mengambil inisiatif untuk berjalan kaki sambil memikul barang-barang di atas punggungnya. Abuzar sengaja mempercepat gerak langkah kakinya agar segera berjumpa dengan Rasulullah dan pasukan Islam lainnya.
Sementara itu, saat Rasulullah dan pasukan Islam sedang beristirahat, tiba-tiba salah seorang sahabat melihat dari kejauhan ada debu yang mengepul ke atas. Dan terlihat seorang laki-laki datang dengan tergesa-gesa.
Hal ini dilaporkan kepada Rasulullah dan Rasulullah bersabda: mudah-mudahan orang itu adalah Abu Dzar. Dan benar saja ternyata orang tersebut adalah Abu Dzar al-ghifari.
Saat itulah Rasulullah bersabda: Semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada Abu Dzar. Ia berjalan Sebatang Kara, meninggal Sebatang Kara dan dibangkitkan nanti Sebatang Kara.
Makna Sebatang Kara
Jadi makna sabda Nabi bahwa Abu Dzar berjalan Sebatang Kara adalah saat persiapan Perang Tabuk tahun 9 Hijriyah.
Dan makna meninggal Sebatang Kara adalah meninggalnya Abu Dzar al-ghifari di rabadzah Sebatang Kara tepatnya 20 tahun setelah peristiwa Perang Tabuk.
Dan makna akan dibangkitkan Sebatang Kara adalah Abu Dzar adalah sosok yang sangat zuhud. Sehingga tidak ada ada lowongan untuk orang lain yang dapat mendampingi Abu Dzar di hari akhirat.
Demikianlah artikel kami tentang Kisah Abu Dzar Meninggal Dunia. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih.